Legenda Desa Boyolali, Wedhi, dan Jiwo, Perjalanan Ki Ageng Padang Aran dengan istrinya dan muridnya sangat jauh meninggalkan kota Semarang, namun Ki Ageng Pandan Aran tetap tegap berjalan namun Nyi Ageng sudah loyo dan diikuti oleh muridnya (Syekh Domba) dalam perjalanan itu Ki Ageng Padang Aran selalu berdzikir tidak ada hentinya. Pada siang hari yang panas terik Ki Ageng Padang Aran berjalanan tiada hirauan apa-apa perjalanan Nyi Ageng tertinggal jauh; lalu Nyi Ageng berkata ”Karo bojo mbok aja lali…” (Bahasa Indonesia : jangan lupa sama istri) Sampai sekarang kota ini diberi nama Boyolali.
Kini perjalanan mereka telah sampai di suatu desa yang tidak jauh dari tujuannya, Jabalkat. Rombongan Ki Ageng Padang Aran melihat seorang perempuan tua yang membawa beras berjalan setengah berlari karena melihat rombongan Ki Ageng Padang Aran berjalan mengikutinya, kemudian Ki Padang Aran mengikutinya dan berkata : ”Tunggu sebentar Nyai, kami Cuma ingin bertanya di manakah Jabalkat itu?” Jawab perempuan itu : ”Kurang lebih sepuluh kilo ke arah timur.” Kemudian Ki Ageng bertanya lagi ”Apa yang Kau bawa itu Nyai?” perempuan itu menjawab bohong :”Namung wedhi Gusti” (Hanya pasir Tuan) karena takut kalau bawaannya akan dirampok. Setelah rombongan Ki Ageng berlalu, peremuan itu merasa beras digendong terasa makin berat, kemudian ia melihat bahwa beras itu sudah menjadi pasir, maka menyesal lah ia karena mengetahui kejadian itu. Dalam hati ia bertanya siapakah rombongan orang berjubah tadi dan saat ia bertekat untuk selalu jujur dan tidak akan berbohong lagi. Kemudian desa tempat pembuangan pasir (wedhi=Jawa) itu sampai sekarang telah menjadi kota kecamatan. Namanya tetap Kecamatan Wedhi, yang menjadi wilayah Kabupaten Klaten.
Pada suatu hari Ki Ageng Padang Aran bermalam di rumah milik orang desa, orang tersebut berjualan serabi, di sinilah Ki Ageng Padang Aran ikut jualan serabi dan mengaku bernama Slamet kepada Bu Tasik. Dengan kehadiran Slamet ini serabinya laris sekali dan sangat terkenal,dagangannya sangat laris sampai-sampai banyak orang rela berjam-jam antri untuk menikmati serabi buatan Bu Tasik. Suatu saat Bu Tasik kehabisan kayu bakar untuk memasak dan Slamet disuruh mencari kayu di hutan. Anehnya Slamet tidak mencari kayu tetapi tangan Slamet dimasukkan ke dalam tungku untuk memasak serabi, dengan tidak berangkatnya Slamet Bu Tasik marah-marah, tetapi alangkah terkejutnya setelah mengetahui tangan Slamet dimasukkan ke dalam tungku untuk memasak serabi. Dengan kejadian ini Bu Tasik takut dan tahu kalau Slamet ini bukan orang sembarangan. Dengan kejadian ini Nyi Tasik diberi tahu bahwa dia Ki Ageng Padang Aran lalu ikut ke gunung Jabalkat
Ki Ageng Padang Aran berangkat menuju ke timur, dan baru beberapa langkah sudah terlihat dari kejauhan gunung Jabalkat. Jalan menuju gunung Jabalkat ini melaului desa Jiwoh. Di desa ini Ki Ageng Padang Aran merasa haus dan minta ketimun kepada petani, petani berkata bahwa ketimunnya belum berbuah, tetapi Ki Ageng tau kalau ada buahnya satu tetapi petani sendri tidak tahu, lalu Ki Ageng berkata ”Ini sudah jiwoh” (siji awoh) berbuah satu, maka sekarang desa Jiwo terletak di sebelah barat gunung Jabalkat.
0 komentar:
Posting Komentar